Sabtu, 31 Agustus 2013

Sistem pendidikan yang menghancurkan pendidikan nasional



Begitu banyak ide dan pendapat dari para pengaku pakar pendidikan yang sudah sangat mempengaruhi atmosfir pendidikan nasional. Entah ide tersebut hanya proyek keuntungan atau memang muncul atas dasar semangat untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Yang jelas di lapangan bahwa setiap ide atau kebijakkan yang di berikan belum sempat sempurna di terapkan sudah muncul ide baru lagi, sehingga yang terjadi para pelaksana di lapangan dalam hal ini adalah para guru kebingungan, hingga pendidikan gak sempat di urus dengan serius karena sibuk menyesuaikan diri dengan penerapan kebijakkan yang baru. Jadi inilah sebenarnya sistem pendidikan yang menghancurkan pendidikan nasional, yang mengekang kebebasan pendapat dan ide para pendidik yang lebih memahami kondisi medan masing-masing. Berikut beberapa hal gangguan yang membawa kerusakan terhadap pendidikan yang sudah menyerang jantung pendidikkan yaitu guru dan siswa. Kedua objek ini di anggap jantung karena jika tidak ada salah satunya maka proses pembelajaran tidak akan berjalan dalam sebuah badan pendidikkan.


Pertama, gangguan terhadap guru dan dampaknya pada mutu pendidikkan:
  1. Guru di sibukkan dengan penyesuaian kebijakkan baru. Sehingga proses kegiatan belajar terbengkalai alias di nomor duakan.
  2. Guru di wajibkan dengan mempersiapkan perangkat pembelajaran walaupun pada saat di lapangan tidak bisa di realisasikan.
  3. Guru di wajibkan memenuhi jam mengajar sebanyak 24 jam perminggu, hingga bagi guru yang kurang jam harus menambah jam dengan mengajar mata pelajaran yang lain yang bukan bidangnya, hingga kwalitas hasil pendidikkan bisa anda bayangkan.
  4. Guru di sibukkan dengan urusan administrasi, seperti mengurus kenaikkan pangkat, hingga waktu untuk mengajar di korupsi untuk menyelesaikan urusan administrasi yang seharusnya bisa lebih di sederhanakan prosedurnya. Sebenarnya kenaikkan pangkat bisa secara otomatis jika sudah mencapai jangka waktu tertentu seperti prosedur kenaikkan pangakat pada badan struktural. 
  5. Bagi guru yang sudah bersertifikasi, setiap mau mencairkan gaji sertifikasinya harus disibukkan dengan menyerahkan berkas dengan segala aturan tambahannya. Padahal maksud dengan penambahan gaji bagi guru melalui sertifikasi adalah untuk mengurangi beban ekonomi guru, hingga guru bisa fokus untuk mengajar, tidak lagi mencari tambahan dengan menjadi tukang ojek, dengan menjadi pemulung. Tetapi pada kenyataannya prosedur sertifikasi lebih menyibukkan dari pada menjadi tukang ojek.
  6. Di beberapa sekolah tugas TU juga di serahkan kepada guru, hingga waktu untuk memperhatikan pendidikan siswa sangat terganggu.
  7. Atas nama Hak Azasi Manusia (HAM) ternyata mengganggu ketegasan guru untuk mendidik anak didik yang bandel. HAM sebenarnya sudah melanggar HAM sebelum dia menegakkan HAM. Karena HAM mempunyai kemampuan untuk menentukan siapa yang melanggar HAM. Contoh kasus ketika guru menghukum seorang siswa yang berani memukul guru, maka guru akan di kenakan sanksi sebagai pelanggar HAM, sedangkan siswa yang memukul guru di anggap tidak melanggar HAM. Dengan kondisi seperti ini, akan di manfaatkan oleh oknum tertentu agar tidak di salahkan dan berbuat sekehendaknya karena di lindungi HAM. Gara-gara HAM maka banyak anak yang menjadi brutal seperti tawuran karena tidak bisa di tegur akibat di lindungi HAM. Bisa kita bandingkan dengan masa jaman dulu, Bagaimana ahlak dan ilmu yang di miliki putra bangsa sangat terbentuk dengan baik karena tidak ada HAM. Seharunya HAM di batasi sampai menghilangkan nyawa dengan semena-mena dan keji. Selain itu maka bukan termasuk melanggar HAM. Karena memang hukuman tetap di butuhkan untuk mendidik agar anak bangsa tidak melanggar HAM.
  8. Tuntutan oknum yang mengaku memiliki kekuasaan untuk memanipulasi nilai siswa. Sehingga banyak siswa sudah tidak memperdulikan kwalitas belajarnya, karena nilainya sudah di jamin akan tetap bagus.
  9. Posisi guru sebagai bawahan membuat pihak struktural mengontrol penuh segala hal yang ada pada suatu sekolahan. Sehingga merusak tatanan pendidikan yang sudah di bangun dalam sebuah tingkat sekolah. Makanya sekolah yang tidak berada di bawah badan struktural memiliki kwalitas yang jauh lebih maju.
Kedua, gangguan terhadap siswa dan dampaknya pada mutu pendidikkan :
  1. Siswa yang baik merasa terganggu dengan adanya siswa bandel yang tidak bisa dihukum atau hukumannya tidak bisa membuat jera siswa yang bermasalah, sebagai akibat adanya HAM atau sejenisnya yang tidak tepat sasaran.
  2. Kesibukkan guru yang menyita jam belajar siswa, sebagai akibat prosedur administrasi yang harus di kerjakan guru. Sehingga siswa terkadang harus menjawab soal yang belum sempat di bahas oleh gurunya.
  3. Padatnya jadwal kegiatan sekolah sehingga menguras tenaga dan pikiran siswa. Sehingga konsentrasi siswa sebagai penuntut ilmu tidak bisa di laksanakan secara maksimal karena kesibukkan yang di embankan kepada siswa.
  4. Kondisi belajar mengajar yang monoton dan menjemukan sebagai akibat guru yang tidak menguasai bidang studi yang di pegang, karena guru tersebut ingin mengejar jumlah jam mengajar yang di tuntut oleh peraturan.
  5. Proses evaluasi (ujian) yang ketat dan menegangkan, membuat siswa tidak bisa berpikir rilex, seperti pengawas sampai 2 orang, soal dengan paket yang banyak, di tambah lagi dengan kamera cctv, dan terkadang meminta bantuan polisi. Hal ini di lakukan hanya karena agar siswa tidak saling nyontek, tetapi anehnya sebelum proses evaluasi, soal sudah terbongkar sampai di tangan siswa.
  6. Tuntutan dari beberapa pihak, seperti orang tua dan guru, yang mengharuskan siswa untuk mencapai target tertentu, sehingga siswa merasa tertekan dan prustasi ketika tuntutan tidak mampu untuk di penuhi, bahkan terkadang sampai mengakhirkan hidupnya.
  7. Kondisi bangunan dan fasilitas sekolah yang kurang mendukung kegiatan belajar, sebagai akibat setiap bantuan untuk sekolah harus melalui jalur dan setiap jalur selalu memangkas bantuan, sehingga target bantuan tidak pernah sampai.
Intinya guru dan siswa adalah sebagai strata paling bawah dalam tingkatan dunia pendidikan, padahal guru dan siswa adalah jantung sebuah pendidikan. Dengan artikel ini anda bisa menilai siapa yang merusak dan menghancurkan pendidikan. Seandainya guru di posisikan di strata paling atas dalam dunia pendidikan, tentu guru tidak akan terombang-ambing seperti yang telah di alami selama ini.